APA BETUL BAHWA JIHAD MERUPAKAN AMALAN
YANG PALING UTAMA?
Belakangan ini semakin banyak pihak yang menyatakan jihad dengan makna syar’i ini (perang) bukanlah jihad yang paling utama. Dengan berbagai dalil, mereka mencoba memperkuat pendapatnya, sebuah pendapat yang sama sekali tidak pernah dikenal salafush sholih. Ada yang mengatakan bahwa da'wah, perjuangan diplomasi dan menjadi oposisi lewat jalur MPR/parlemen merupakan jihad terbesar, dengan hadits orang yang mengatakan kebenaran di hadapan pemerintah yang dholim. Padahal jelas sekali, banyak ayat dan hadits yang menerangkan jihad dengan makna syar’i perang adalah jihad yang paling utama dan tinggi, seperti :
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“ Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk ( tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang –orang yang duduk satu derajat, kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik ( surga) dan Allah melebihkan orang–orang yang jihad atas orang–orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS An Nisa 95-96).
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal.” (QS. At Taubah 21-22).
Keterangan : Orang yang berjihad diutamakan atas orang yang duduk-duduk (tidak berjihad). Bisa jadi orang yang duduk-duduk ini melakukan jihad dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan hawa nafsu dan setan, karena Allah juga menjanjikan bagi mereka pahala dan kebaikan. Namun demikian tetap saja Allah melebihkan yang berjihad dengan derajat, maghfirah dan rahmat-Nya. Ini menunjukan jihad dengan makna perang adalah jihad terbesar dan paling utama. Hal ini juga menunjukkan bahwa makna jihad secara syar’i adalah perang, bukan dakwah, apalagi menyatakan bahwa masuk kedalam sistem pemerintahan demokrasi yang kafir yang jelas-jelas bertentangan dengan syari’at Allah dengan menjadi anggota parlemen dan sebagainya.
Jihad adalah berdiri mengangkat senjata dan memerangi orang kafir yang menjadi musuh Allah dan musuh orang yang beriman, dan supaya dien (aturan, hukum, undang-undang dan sistem yang mengatur kehidupan di dunia) hanya milik Allah yang berlaku. Sampai Islam tinggi, dan tidak ada yang mengalahkan ketinggian Islam, dan sampai kalimat Allah tinggi di atas segalanya. Sampai kekafiran hilang dari muka bumi.
Rasululloh bersabda :
رَأْسُ الْأَمْرِ اَلْإِسْلَامُ وَعُمُوْدُهُ اَلصَّلَاةُ وَ ذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ.
" Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." (Tirmidzi no. 2616, Al Hakim 2/76).
Keterangan :Dalam hadits ini Rasululloh menempatkan jihad dengan makna perang sebagai amalan paling tinggi dalam Islam, kenapa makna perang? Karena shalat sendiri adalah jihad, namun beliau tidak menyebutnya dengan jihad. Dengan demikian, jihad di sini adalah perang.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أَضْعَافُ الْإِيْمَانِ.
"Siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah dengan tangan, bila tidak mampu hendaklah dengan lisan, bila tetap tidak mampu hendaklah dengan hati dan itulah selemah-lemah iman." [HR. Muslim no. 49, Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 2172, Ibnu Majah no. 1275, Ahmad 3/54, Nasa'I 8/111].
Keterangan : Kemungkaran yang paling besar di muka bumi ini adalah adanya kekafiran dan kesyirikan. Hadits ini menjelaskan tingkatan merubah kemungkaran mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Idealnya, merubah adalah dengan tangan. Kalau tidak bisa maka dengan lisan, kalau tetap tidak bisa maka dengan hati. Merubah dengan tangan termasuk di dalamnya adalah jihad. Dengan demikian, jihad dengan artian perang lebih utama dari jihad da'wah, jihad melawan hawa nafsunya sendiri dan seterusnya.. [Lihat penjelasan hadits ini dalam Jami'ul Ulum wa al Hikam]. Juga hadits Ibnu Mas’ud tentang amar ma’ruf nahi munkar di atas, dimana disebutkan yang paling tinggi adalah amar ma’ruf dengan tangan, termasuk di dalamnya jihad.
اَنَّ رَجُلاً أَتَي النَّبِيَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ, فَقَالَ رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ بِمَالِهِ وَ نَفْسِهِ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِيْ شِعْبٍ مِنَ الشَّعَابِ يَعْبُدُ اللهَ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ فِي شَرِّهِ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri . ia berkata,”Sesungguhnya datang kepada nabi seorang laki-laki, maka kemudian dia bertanya: “ Wahai Rasululloh, orang bagaimanakah yang paling utama ?” Rasululloh saw. Menjawab,” Orang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.” Mereka bertanya lagi,” Kemudian siapa?” Beliau menjawab,” Seorang mukmin yang (menyendiri) berada dalam suatu lembah, takut kepada Allah dan meninggalkan manusia karena kejahatan mereka .”(Al-Bukhori no. 2786].
Imam Ibnu Daqiq al 'Ied berkata," Qiyas menuntut jihad menjadi amalan dengan kategori wasilah yang paling utama, karena jihad merupakan sarana untuk meninggikan dan menyebarkan dien serta memadamkan kekafiran, sehingga keutamaannya sesuai dengan keutamaan hal itu. Wallahu A'lam."
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ فَقَال َدُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ يَعْدِلُ الْجِهَادَ قَالَ لَا أَجِدُهُ قَالَ هَلْ تَسْتَطِيْعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَكَ فَتَقُوْمَ وَلَا تُفْتِرَ وَتَصُوْمَ وَلَا تُفْطِرَ قَالَ وَمَنْ يَسْتَطِيْعُ ذَلِكَ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ إِنَّ فَرَسَ الْمُجَاهِدِ لَيَسْتُنَّ فِيْ طِوَلِهِ فَيُكْتَبُ لَهُ حَسَنَاتٍ.
“Dari Abu Hurairah , ia berkata,“ Datang seseorang kepada Rasululloh . Lalu berkata,”Tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai jihad !!”. Beliau menjawab,”Aku tidak mendapatkannya. Apakah kamu mampu apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid lalu sholat dan tidak berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?”. Orang tersebut berkata,” Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???”. Abu Hurairah berkata,” Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.”
Imam Ibnu Hajar berkata," …(Hadits) ini merupakan keutamaan yang jelas bagi mujahid fi sabilillah, yang menuntut tak ada amalan yang menyamai jihad."
قَالَ قَتَادَةَ : سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: ماَ أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَي الدُّنْيَا وَ لَهُ مَا عَلَى اْلأَرْضِ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا الشَّهِيْدَ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيَقْتُلُ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ.
Qatadah berkata,” Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi beliau bersabda,” Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke dunia padahal ia mempunyai (di surga) seluruh apa yang ada di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila mati syahid di medan perang).” [HR. Bukhari no. 2817].
Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam An Nasa’I dan Al Hakim. Imam Ibnu Bathal berkata,”Hadits ini merupakan hadits yang paling agung dalam menerangkan keutamaan mati syahid. Tidak ada amal kebaikan yang di dalamnya nyawa dipertaruhkan selain jihad, karena itu pahalanya pun besar.”
Berkaitan dengan makna jihad ini, ada kekhawatiran mendalam di mana kadang-kadang (dan sayangnya ini sudah menjadi realita) perluasan makna syar’i jihad dari perang menjadi thalabul ilmi juga jihad, tashfiyah juga jihad, dakwah juga jihad, membangun ponpes dan madrasah juga jihad, menyantuni anak yatim juga jihad, berjuang lewat parlemen/jalur konstitusi juga jihad dan sejenisnya. Ini dijadikan alasan untuk mencukupkan diri dengan organisasi/ jam’iyah/ partai/ jama’ahnya dengan bidang yang digelutinya, tidak mengadakan i’dad (persiapan secara militer untuk jihad dengan makna syar’i perang) dengan beralasan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah jihad. Lebih buruk lagi bila ditambah dengan menuduh orang yang mengartikan jihad dengan perang lalu mengadakan i’dad (persiapan militer) sebagai picik, tak berwawasan luas, teroris, merusak medan dakwah dan sebutan lainnya. Inilah yang mengundang kritik banyak ulama yang berusaha keras meluruskan berbagai penyimpangan ini.
Sebenarnya perselisihan yang terjadi dalam masalah ini, tidaklah berbahaya kalau hanya ikhtilaful lafdzi (perbedaan dalam menggunakan istilah) saja. Artinya masing-masing pendapat tidak meninggalkan amalan yang dilakukan oleh yang lain, dan juga tidak mencampur adukkan dalil misalnya menggunakan dalil-dalil keutamaan perang untuk dakwah dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, perselisihan ini tidak menimbulkan perselisihan dalam beramal kecuali pada masalah-masalah yang memang masih diperbolehkan untuk berijtihad dan berselisih pendapat. Sehingga yang berjihad dengan makna syar’i perang tidak mengabaikan dan meremehkan dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar, begitu juga sebaliknya yang tidak berjihad tidak mengabaikan dan meremehkan kewajiban perang melawan orang-orang kafir. Wallahu A’lam.
وَعَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «اَلْإِيْمَانُ بِاللهِ وَاْلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِهِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dan dari Abu Dzarr berkata: Aku berkata: “Wahai Rasululloh amal apakah yang paling utama?” beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaih)
YANG PALING UTAMA?
Belakangan ini semakin banyak pihak yang menyatakan jihad dengan makna syar’i ini (perang) bukanlah jihad yang paling utama. Dengan berbagai dalil, mereka mencoba memperkuat pendapatnya, sebuah pendapat yang sama sekali tidak pernah dikenal salafush sholih. Ada yang mengatakan bahwa da'wah, perjuangan diplomasi dan menjadi oposisi lewat jalur MPR/parlemen merupakan jihad terbesar, dengan hadits orang yang mengatakan kebenaran di hadapan pemerintah yang dholim. Padahal jelas sekali, banyak ayat dan hadits yang menerangkan jihad dengan makna syar’i perang adalah jihad yang paling utama dan tinggi, seperti :
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“ Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk ( tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang –orang yang duduk satu derajat, kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik ( surga) dan Allah melebihkan orang–orang yang jihad atas orang–orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS An Nisa 95-96).
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal.” (QS. At Taubah 21-22).
Keterangan : Orang yang berjihad diutamakan atas orang yang duduk-duduk (tidak berjihad). Bisa jadi orang yang duduk-duduk ini melakukan jihad dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan hawa nafsu dan setan, karena Allah juga menjanjikan bagi mereka pahala dan kebaikan. Namun demikian tetap saja Allah melebihkan yang berjihad dengan derajat, maghfirah dan rahmat-Nya. Ini menunjukan jihad dengan makna perang adalah jihad terbesar dan paling utama. Hal ini juga menunjukkan bahwa makna jihad secara syar’i adalah perang, bukan dakwah, apalagi menyatakan bahwa masuk kedalam sistem pemerintahan demokrasi yang kafir yang jelas-jelas bertentangan dengan syari’at Allah dengan menjadi anggota parlemen dan sebagainya.
Jihad adalah berdiri mengangkat senjata dan memerangi orang kafir yang menjadi musuh Allah dan musuh orang yang beriman, dan supaya dien (aturan, hukum, undang-undang dan sistem yang mengatur kehidupan di dunia) hanya milik Allah yang berlaku. Sampai Islam tinggi, dan tidak ada yang mengalahkan ketinggian Islam, dan sampai kalimat Allah tinggi di atas segalanya. Sampai kekafiran hilang dari muka bumi.
Rasululloh bersabda :
رَأْسُ الْأَمْرِ اَلْإِسْلَامُ وَعُمُوْدُهُ اَلصَّلَاةُ وَ ذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ.
" Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." (Tirmidzi no. 2616, Al Hakim 2/76).
Keterangan :Dalam hadits ini Rasululloh menempatkan jihad dengan makna perang sebagai amalan paling tinggi dalam Islam, kenapa makna perang? Karena shalat sendiri adalah jihad, namun beliau tidak menyebutnya dengan jihad. Dengan demikian, jihad di sini adalah perang.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أَضْعَافُ الْإِيْمَانِ.
"Siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah dengan tangan, bila tidak mampu hendaklah dengan lisan, bila tetap tidak mampu hendaklah dengan hati dan itulah selemah-lemah iman." [HR. Muslim no. 49, Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 2172, Ibnu Majah no. 1275, Ahmad 3/54, Nasa'I 8/111].
Keterangan : Kemungkaran yang paling besar di muka bumi ini adalah adanya kekafiran dan kesyirikan. Hadits ini menjelaskan tingkatan merubah kemungkaran mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Idealnya, merubah adalah dengan tangan. Kalau tidak bisa maka dengan lisan, kalau tetap tidak bisa maka dengan hati. Merubah dengan tangan termasuk di dalamnya adalah jihad. Dengan demikian, jihad dengan artian perang lebih utama dari jihad da'wah, jihad melawan hawa nafsunya sendiri dan seterusnya.. [Lihat penjelasan hadits ini dalam Jami'ul Ulum wa al Hikam]. Juga hadits Ibnu Mas’ud tentang amar ma’ruf nahi munkar di atas, dimana disebutkan yang paling tinggi adalah amar ma’ruf dengan tangan, termasuk di dalamnya jihad.
اَنَّ رَجُلاً أَتَي النَّبِيَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ, فَقَالَ رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ بِمَالِهِ وَ نَفْسِهِ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِيْ شِعْبٍ مِنَ الشَّعَابِ يَعْبُدُ اللهَ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ فِي شَرِّهِ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri . ia berkata,”Sesungguhnya datang kepada nabi seorang laki-laki, maka kemudian dia bertanya: “ Wahai Rasululloh, orang bagaimanakah yang paling utama ?” Rasululloh saw. Menjawab,” Orang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.” Mereka bertanya lagi,” Kemudian siapa?” Beliau menjawab,” Seorang mukmin yang (menyendiri) berada dalam suatu lembah, takut kepada Allah dan meninggalkan manusia karena kejahatan mereka .”(Al-Bukhori no. 2786].
Imam Ibnu Daqiq al 'Ied berkata," Qiyas menuntut jihad menjadi amalan dengan kategori wasilah yang paling utama, karena jihad merupakan sarana untuk meninggikan dan menyebarkan dien serta memadamkan kekafiran, sehingga keutamaannya sesuai dengan keutamaan hal itu. Wallahu A'lam."
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ فَقَال َدُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ يَعْدِلُ الْجِهَادَ قَالَ لَا أَجِدُهُ قَالَ هَلْ تَسْتَطِيْعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَكَ فَتَقُوْمَ وَلَا تُفْتِرَ وَتَصُوْمَ وَلَا تُفْطِرَ قَالَ وَمَنْ يَسْتَطِيْعُ ذَلِكَ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ إِنَّ فَرَسَ الْمُجَاهِدِ لَيَسْتُنَّ فِيْ طِوَلِهِ فَيُكْتَبُ لَهُ حَسَنَاتٍ.
“Dari Abu Hurairah , ia berkata,“ Datang seseorang kepada Rasululloh . Lalu berkata,”Tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai jihad !!”. Beliau menjawab,”Aku tidak mendapatkannya. Apakah kamu mampu apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid lalu sholat dan tidak berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?”. Orang tersebut berkata,” Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???”. Abu Hurairah berkata,” Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.”
Imam Ibnu Hajar berkata," …(Hadits) ini merupakan keutamaan yang jelas bagi mujahid fi sabilillah, yang menuntut tak ada amalan yang menyamai jihad."
قَالَ قَتَادَةَ : سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: ماَ أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَي الدُّنْيَا وَ لَهُ مَا عَلَى اْلأَرْضِ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا الشَّهِيْدَ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيَقْتُلُ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ.
Qatadah berkata,” Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi beliau bersabda,” Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke dunia padahal ia mempunyai (di surga) seluruh apa yang ada di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila mati syahid di medan perang).” [HR. Bukhari no. 2817].
Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam An Nasa’I dan Al Hakim. Imam Ibnu Bathal berkata,”Hadits ini merupakan hadits yang paling agung dalam menerangkan keutamaan mati syahid. Tidak ada amal kebaikan yang di dalamnya nyawa dipertaruhkan selain jihad, karena itu pahalanya pun besar.”
Berkaitan dengan makna jihad ini, ada kekhawatiran mendalam di mana kadang-kadang (dan sayangnya ini sudah menjadi realita) perluasan makna syar’i jihad dari perang menjadi thalabul ilmi juga jihad, tashfiyah juga jihad, dakwah juga jihad, membangun ponpes dan madrasah juga jihad, menyantuni anak yatim juga jihad, berjuang lewat parlemen/jalur konstitusi juga jihad dan sejenisnya. Ini dijadikan alasan untuk mencukupkan diri dengan organisasi/ jam’iyah/ partai/ jama’ahnya dengan bidang yang digelutinya, tidak mengadakan i’dad (persiapan secara militer untuk jihad dengan makna syar’i perang) dengan beralasan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah jihad. Lebih buruk lagi bila ditambah dengan menuduh orang yang mengartikan jihad dengan perang lalu mengadakan i’dad (persiapan militer) sebagai picik, tak berwawasan luas, teroris, merusak medan dakwah dan sebutan lainnya. Inilah yang mengundang kritik banyak ulama yang berusaha keras meluruskan berbagai penyimpangan ini.
Sebenarnya perselisihan yang terjadi dalam masalah ini, tidaklah berbahaya kalau hanya ikhtilaful lafdzi (perbedaan dalam menggunakan istilah) saja. Artinya masing-masing pendapat tidak meninggalkan amalan yang dilakukan oleh yang lain, dan juga tidak mencampur adukkan dalil misalnya menggunakan dalil-dalil keutamaan perang untuk dakwah dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, perselisihan ini tidak menimbulkan perselisihan dalam beramal kecuali pada masalah-masalah yang memang masih diperbolehkan untuk berijtihad dan berselisih pendapat. Sehingga yang berjihad dengan makna syar’i perang tidak mengabaikan dan meremehkan dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar, begitu juga sebaliknya yang tidak berjihad tidak mengabaikan dan meremehkan kewajiban perang melawan orang-orang kafir. Wallahu A’lam.
وَعَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «اَلْإِيْمَانُ بِاللهِ وَاْلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِهِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dan dari Abu Dzarr berkata: Aku berkata: “Wahai Rasululloh amal apakah yang paling utama?” beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaih)