Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penutup para Nabi, keluarga dan para sahabat semuanya. Wa ba’du:
Mungkin sekilas pembaca kaget dan mengingkari judul di atas, tapi perlu diketahui bahwa judul di atas tidak ada kaitan dengan generasi As Salaf Ash Shalih dan yang mencontoh mereka yang telah menegakkan dien ini dengan tinta dan darah yang berlepas diri dari orang-orang kafir dan orang-orang murtad lagi menjihadi mereka dengan jiwa, harta dan lisan. Namun yang saya maksudkan di sini adalah sekte yang mengklaim dirinya sebagai salafiyyah atau salafi yang menurut pengakuan palsu mereka bahwa mereka itu memahami Al Qur’an dan As Sunnah sesuai manhaj As Salaf Ash Shalih,namun hampir di semua Negara mereka menjadikan para penguasa murtad yang berhukum dengan hukum thaghut sebagai imam atau ulil amri mereka yang wajib diberikan loyalitas dan mereka hampir di semua tempat selalu menuduh mujahidin muwahhidin yang mengkafirkan para penguasa itu, menentangnya dan memeranginya sebagai khawarij yang lebih busuk daripada para penguasa yang menerapkan hukum thaghut itu. Sehingga pada akhirnya mereka damai dengan para thaghut dan para thaghut pun aman dari tangan dan lisan mereka, akan tetapi kaum muwahhidin tidaklah selamat dari lidah mereka yang panjang lagi tajam. Damai dengan penyembah berhala dan perang terhadap orang-orang Islam yang mereka tuduh sebagai khawarij.
Mereka memiliki kesamaan dengan orang yahudi dalam pemahaman tauhid dan dalam sikap terhadap penganut tauhid.
Adapun di dalam masalah tauhid yaitu di dalam masalah iman dan kufur, maka sesungguhnya sekte salafi maz’um menganggap bahwa kemusyrikan dan kekafiran penguasa yang membuat undang-undang, menerapkan hukum thaghut, merampas hak khusus Allah yaitu pembuatan hukum dan melimpahkannya kepada para anggota Parlemen dengan sistem demokrasinya, menjadikan UUD 1945 sebagai kitab hukum tertinggi yang menjadi rujukan di dalam segala permasalahan sebagai pengganti Kitabullah, menjadikan ideologi (dien) Pancasila sebagai dien yang lebih tinggi dari Islam dan sebagian ajaran Islam boleh diamalkan kalau tidak menyelisihi Pancasila dan sebagian lainnya tidak boleh karena menyelisihinya sehingga penguasa negeri ini loyal penuhnya kepada Pancasila bukan kepada Islam, dan memberikan loyalitas kepada lembaga-lembaga kafir lokal maupun internasional. Sekte salafi maz’um menganggap kemusyrikan dan kekafiran besar yang berlapis-lapis itu hanyalah kufrun duna kufrin atau kufur ashghar yang tidak mengeluarkan dari Islam. Padahal kekafiran dan kemusyrikan para penguasa yang sifat-sifatnya seperti itu dengan kufur akbar yang berlapis-lapis yang mengeluarkan dari Islam adalah permasalahan yang nyata jelas lagi terang benderang yang lebih terang dari matahari di siang bolong karena dalilnya sangat banyak dari Al Kitab, As Sunnah dan ijma yang telah kami paparkan di tempat lain.
Sedangkan kelompok yang pertama kali menganggap syirik akbar sebagai syirik ashghar yang tidak akan mengekalkan pelakunya di dalam neraka adalah orang-orang yahudi, dimana mereka menganggap penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri yang merupakan syirik akbar hanya sebagai syirik ashghar yang tidak mengekalkan di dalam neraka, sebagaimana yang Allah ta’ala kabarkan tentang mereka:
وَقَالُو لَن تَمَسَّنَا النَّارُ اِلاَّ اَيَّامًا مَعْدُودَةً
“Dan mereka (orang-orang yahudi yang menyembah anak sapi) berkata: “Api neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari saja.”“ (Al Baqarah: 80)
Juga firman-Nya ta’ala:
وَقَالُو لَن تَمَسَّنَا النَّارُ اِلاَّ اَيَّامًا مَعْدُودَتٍ
“Mereka berkata: “Api neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari saja.”“ (Ali Imran: 24)
Mereka beranggapan bahwa andaikata mereka masuk neraka, maka hanya empat puluh hari saja yaitu selama waktu empat puluh hari mereka menyembah anak sapi.
Dan para pengklaim salafi-pun demikian, dimana apa yang dilakukan para penguasa thaghut dan ansharnya berupa syirik hukum, penyembahan undang-undang, kesetiaan kepada UUD’45 dan Pancasila, penganutan dien demokrasi dan kekufuran lainnya, menurut para pengklaim salafi hal itu tidaklah membatalkan keislaman dan tentunya andaikata mati diatas hal itu tidak akan mengekalkan di neraka, karena itu hanya sebatas kefasiqan dan kufrun duuna kufrin dan pelakunya tetap dianggap muslim dan bahkan sebagai ulil amri yang wajib ditaati dan kebejatannya tidak boleh dibicarakan di hadapan umum, dan orang-orang yang mengkafirkannya adalah khawarij dan yang memberontak untuk menjatuhkannya adalah anjing-anjing neraka yang sangat besar pahala membunuhnya. Ini berkaitan dengan kesamaan pemahaman aqidah dalam hal al iman dan al kufru.
Sedangkan kaitan dengan kesamaan sikap, maka perhatikanlah Firman Allah ta’ala ini :
اَلَمْ تَرَ اِلئَ الَذِينَ اُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَبِ يُؤْمِنُونَ بِالجِبْتِ وَالطَّغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا هَؤُلاَءِ اَهْدَي مِنَ الذِيْنَ ءَامَنُوا سَبِيلاً
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al kitab (Taurat)? mereka beriman kepada jibt dan thaghut dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.” (An-Nisa : 51)
Ayat ini berkaitan dengan para tokoh yahudi yang datang kepada musyrikin Mekkah dalam rangka memprovokasi mereka agar memerangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaum muslimin di Madinah. Allah ta’ala menyebutkan bahwa mereka itu ahli ilmu dan Al Kitab, mereka beriman kepada jibt (yaitu apa yang manusia tunduk kepadanya selain Allah) dan thaghut (segala yang melampau batas dan segala yang diibadati selain Allah seraya ridla dengannya), dan mereka menganggap bahwa kaum musyrikin Mekkah yang menyembah berhala itu lebih baik daripada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya yang bertauhid yang menentang segala thaghut dan menolak loyal kepada kekuasaannya.
Dan realita sikap yahudi terhadap kaum musyirikin dan terhadap kaum mukminin ini adalah sama persis dengan sekte salafi maz’um hari ini, dimana para tokoh mereka itu diberi bagian dari ilmu Al Kitab dan As Sunnah, namun mereka itu beriman kepada thaghut dengan bentuk mereka menjadikan para penguasa kafir murtad (yang menurut mereka adalah pemimpin muslim) -yang memberlakukan hukum thaghut, menganut agama (dien) demokrasi, menjadikan Pancasila sebagai pijakan, menjadikan UUD’45 sebagai kitab rujukan hukum tertinggi, dan loyal kepada lembaga-lembaga kafir regional dan internasional- sebagai ulil amri dan pemimpin kaum muslimin yang wajib diberikan kesetiaan dan loyalitas, sedangkan Allah ta’ala telah menggolongkan sikap menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin itu sebagai bentuk sikap kafir kepada Allah ta’ala, kepada Nabi-Nya dan Kitab-Nya, dan itu semakna dengan sikap iman kepada thaghut. Seperti apa yang dikandung dalam Firman-Nya ta’ala:
وَلَوْ كَانُواْ يُؤْمِنُونَ بِالله وَالنَّبِيِّ وَمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَا التَّخَذُوهُمْ اَوْلِيَاءَ
“Seandainya mereka beriman kepada Allah, Nabi dan apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), tentu mereka tidak menjadikan orang-orang kafir itu sebagai pemimpin.” (Al-Maidah: 81)
Ayat ini menjelaskan bahwa iman kepada Allah ta’ala itu tidak bisa bersatu dengan sikap menjadikan orang kafir sebagai pemimpin yang mana sikap semacam ini adalah diantara salah satu makna iman kepada thaghut.
Kemudian setelah menyakini bahwa para penguasa kafir murtad semacam tadi itu adalah kaum muslimin yang maksiat yang tidak batal keislamannya sesuai aqidah salafiyyah yahudiyyahnya itu, dan sedangkan kaum muwahhidin yang mengkafirkannya lagi membangkangnya dan menolak loyal kepadanya adalah Khawarij ahli bid’ah yang sesat versi aqidah salafiyyah yahudiyyah di atas, maka mereka (sekte salafi maz’um) itu mengambil kesimpulan dan sikap bahwa para penguasa thaghut yang berhukum dengan undang-undang buatan, yang menganut sistem demokrasi, yang beerfalsafah Pancasila, yang merujuk kepada UUD’45, yang memerangi wali-wali Allah dan loyal kepada wali-wali syaitan itu adalah lebih baik dan lebih lurus jalannya daripada kaum muwahhidin yang hanya loyal kepada Allah dan hukum-Nya dan berlepas diri dari para thaghut, pemerintahannya, demokrasinya, pancasilanya, UUD’45nya dan kebejatan-kebejatan lainnya. Karena para penguasa dan ansharnya hanyalah ahli maksiat dan sedangkan kaum muwahhidin yang menentangnya itu adalah khawarij lagi ahli bid’ah, sedangkan sesuai manhaj Ahlussunnah Wal Jama’ah bahwa ahli bid’ah itu lebih buruk dari ahli maksiat. Halal mengghibah ahli bid’ah dan haram mengghibah penguasa muslim yang maksiat.
Oleh sebab itu hendaklah mereka secara tegas dan mantap memasukkan di dalam point-point manhaj aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah versi salafiyyah yahudiyyah ini bahwa: wajib loyal kepada penguasa yang mengaku muslim walaupun dia memberlakukan undang-undang buatan, berpaham demokrasi, berfalsafah pancasila dan merujuk kepada UUD’45!!!…
Apakah ini manhaj salaf atau manhaj yahudi?!!!
Sadarlah wahai para pengklaim salafi!
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
Rutan Polda Metro Jaya
Pertengahan Rajab 1431 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar